Selasa, 02 Juni 2015

Satu Kata "Rindu"

Kamu, apa boleh aku bertanya? Bukan lagi apa kabar ataupun sedang apa.

Kamu, apa boleh kusebut namamu disini? Bukan karena ingin pamer ataupun hal lainnya.

Kamu, apa boleh... aku terisak... merengkuh dirimu yang tak nampak... menggenggam jemarimu yang tak nyata... menatap matamu yang tertutupi kaca... merebut hatimu yang tak pernah kutahu isinya?

Aku hanya berujar rindu. Sudah enam hari tanpa kabar, sudah enam hari tanpa cerita, sudah hampir empat bulan tanpa jumpa. Bagaimana hati ini tidak rindu. Bodoh memang bodoh. Disaat pertemanan sedang hangat-hangatnya terjalin, mengapa cinta harus bersemi, mengapa rindu semakin mengakar dan menusuk-nusuk cengkramannya.

Tiap hari bahkan sepadat apapun rutinitas, aku selalu menyempatkan untuk mengecek chat-mu. Aku berharap kau mengabari dan membuka pembicaraan, meski aku tahu kau takan pernah melakukan hal itu, karena aku bulan sesiapapun dimatamu dan dalam hidupmu. Aku hanya perempuan tolol yang berani- beraninya menaruh hati padamu dalam kebisuan. Aku hanya takut merusak jalan cerita hidupmu jika tiba-tiba datang dan berujar mencintaimu.

Berusaha menganggapmu teman untuk diri sendiripun aku tak bisa, karena aku terlaru merasa ini bukan sekadar teman biasa. Tapi berpura-pura menjadi teman dalam kenyataannya itu mudah meski menyakitkan.

Aku ingin menyebut namamu, mengukir wajahmu, dan mengungkap kejujuranku. Tapi hatiku kadang tak sejalan, "untuk apa? Apa dengan kejujuranmu dia akan semakin perhatian? Apa dengan kehadiranmu dia menjadi tenang dan lebih terbantu? Apa dengan keseriusanmu dia akan menanggapi hal serupa? Bagaimana jika tidak? Bagaimana jika ia justru memandangmu remeh? Untuk apa? Biyarlah kau terus menunggu, anggap saja 'menunggu' adalah perjuangan melatih kesabaran" begitu hatiku berkata.

Ada benarnya memang, untuk apa aku gegabah jika akhirnya aku terluka; siapa tahu, siapa peduli. Tapi, sejujurnya 'menunggu' ini menyakitkan. sekuat tenaga aku menekan perasaanku agar berhenti merindu, sekeras batu aku berusaha menikam perasaan ini yang tak jelas. Bodoh memang bodoh. Mengapa aku bisa mencintainya dengan begitu mudah, tanpa butuh waktu lama, dan kesan-kesan lainnya.

Kamu...
Andai kamu baca catatan ini.
Sungguh aku minta maaf jika kamu merasa jijik dengan tingkah pongahku, aku hanya penipu ulung yang berusaha menutupi kebenaran perasaanku sendiri.
Andai kamu baca catatab ini.
Sungguh aku minta maaf telah melibatkanmu dalam kasus rindu krusial ini. Aku tak bermaksud untuk mempermainkan, ini hanya ungkapan yang tak tersampaikan dengan lisan.

Maaf... maafkan aku

PENGAGUM RAHASIAMU
PayungHitam