Pernahkah kau mencintai
seseorang? Tapi nyatanya seseorang yang kau cintai mengabaikanmu begitu saja,
atau malah dia tidak pernah merasakan perasaan yang sama denganmu. Lantas apa
yang akan kau lakukaan saat itu? Berdiam dirikah? Berusaha tegar dalam
kerapuhankah? Atau kau akan menuntutnya untuk bisa mencintaimu seperti kau
mencintainya?.
Pelik sekali memang perkara
cinta, disatu sisi kita harus bisa mengukir kesan yang baik demi si-dia, tapi
disisi lain kita tak bisa sepenuhnya berharap apa lagi bergantung hanya
padanya. Mungkin saja di luar hati kita yang lain masih banyak orang yang layak
kita perjuangkan. Tapi tak semudah itu bisa memaknai perasaan, bahkan sampai
saat ini aku belum bisa membedakan mana itu cinta dan kagum. Apa bisa kagum
dikatakan sebuah cinta yang mulai merekah? Apa bisa cinta disamakan dengan rasa
kagum? Tapi, sesekali aku pernah merasakan kekaguman tanpa cinta, terkadang
pula aku kagum sehingga membuat hati semakin rindu untuk berjumpa. Dari sisi
mana lagi aku menilai?
Rasanya tidak salah bila aku
mulai mengenal satu kata yang begitu nyentrik diera saat ini “cinta”. Aku
merasakannya, sungguh. Dari jauh dan dari diam ini, aku selalu berjibaku dengan
hati sendiri hanya untuk berebut hayal yang melambai-lambai dalam benakku. Menilai
dari sisi buruk dan mengukur seberapa baiknya dia untukku, tapi tetap saja itu
hanya dimensi hayal, karena sejatinya orang yang terus menggerayangi hayal
itupun belum jelas siapa identitasnya. Memang bodoh.
Kuperingatkan sekali lagi, cintai
itu tak bisa dilihat tapi masih saja ditunggu, bodohkan?! Tetap saja banyak
orang yang memburunya. Tak hanya remaja, manula bahkan anak kecil pun ikut
meramaikan waktu untuk memburunya. Termasuk aku. Ketika dia yang kukagumi
menjadi kecintaan namun tak bersamaku lagi, alih-alih sudah mendapati hidupnya
sendiri dalam keyakinannya, aku disini hanya bisa berharap pada Tuhan semoga
kebahagiaannya tak berujung nestapa seperti aku yang memandanginya dari sisi
yang lain.
Aku mencintainya sejak lama dan
aku pernah merasakan suatu kecintaan dengannya “dulu”. Ini adalah bagian dari
memori kelamku yang masih tertinggal di otak. Anehnya sejauh apapun aku
melangkah tetap saja dia tidak pernah jauh tertinggal baik di depan ataupun di
belakangku, rasa-rasanya dia selalu mengikutiku kemanapun aku pergi. Ini hanya
perasaanku bukan perasaan kita. Faktanya dia sudah juah melupakan kenangan itu,
dia sudah menguburnya dalam-dalam entah dimana, mungkin agar tak seorangpun
bisa menggalinya dan menguak dihadapannya kelak.
Memang sulit menjadi seorang
pendiam, apa lagi wanita pendiam sepertiku. Jujur sungkan dusta pun berakhir
nestapa. Biarlah kugenggam perasaan ini sendiri, aku yakin jika kelak Tuhan
merestui perasaanku Dia akan memberikannya untukku. Kelak kau akan kumiliki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar