Senin, 09 Juni 2014

Hembusan angin di 7 Juni



Masih pantaskah aku mengatakan cinta? Masih sempatkah aku mengakui bahwa hati ini tak pernah rela ditinggalnya pergi? Bilakah aku berujar tentang semua isi hati, apa akan ada kebaikan diantara aku dan dia.
Rasanya ini adalah penipuan berkala. Berpura-pura tegar padahal hancur, berpura-pura kuat padahal menangis, berpura-pura bijak padahal bohong. Aku sesak menahan luka ini Tuhan… tiap kepingan mozaik hembusan angin di 7 Juni semuanya masih terekam dengan sempurna dalam ingatanku. Aku hanya tak ingin dia pergi, aku hanya tak ingin dia hancur dan terluka. Aku terlalu mencintainya, tapi aku tak kuasa menahan deru hinaan dari sosok gadis lain. Sosok itupun sama mencari pembelaan sepertiku, tapi ucapannya menghujat kepercayaan, dan bodohnya dia tak juga bijak.

Amat disayangkan, ketika kami hendak bangkit. Masa lalu dia mengepung pertahanan ini. Bukan aku tak lagi mencintainya, buka karena ku sok suci. Tapi aku sudah tak sanggup mendengar ocehan sosok gadis itu yang penus dengan sara.

Aku percaya kau akan berubahh menjadi lebih baik, aku percaya kau orang yang bertanggung jawab dan tak mungkin melakukan hal bodoh jika tidak ada factor lain. Aku percaya penuh padamu. Tapi sayang, di detik-detik terkahirini, sedikitpun kau tak berempati dengan perasaanku, tak sedikitpun kau menangkap cinta suciku, tak sedikitpun kau mengerti bahwa ‘aku benar-benar mencintaimu…!!’

Kau hanya menilaiku dari kelemahannya saja, kau mendengarkanku haya kata-kata kasarnya saja, tak sedikitpun kau menyerap tiap-tipa untaian kata yang terucap. Harapanku hanya satu saat itu “aku Cuma mau kamu bijak sayang, tolong fikirkan apa yang akan kamu lakukan sebaiknya. Bertahan tapi berat dengan godaan atau berhenti tapi menyisakan luka?” hanya itu… tapi kau tidak pernah menyelami fikiranku seutuhnya.
Karena itu aku putuskan untuk mundur…
Aku putuskan untuk pergi…
Aku yakin kau pasti bisa berubah sayang…
Semoga aku kuat menipu perasaanku selamanya…
Aku yakin kau pasti berubah… berubah…
Maaf aku tak berterus terang, sejatinya aku memang perempuan yang penuh dengan teka-teki. Semoga aku bisa mengakhiri kisah ini seorang diri, dan untuk kau “tetaplah bersinar dimanapun kau berpijak sayang, terimakasih atas waktu dan perjuangannya yang begitu indah. Karena sampai kapanpun aku tak pernah lupa.”

1 komentar: