Kamis, 26 Maret 2015
kosong
teriak dalam kelam.
berujar dalam semu.
berlari diatas angin.
menangis dalam tawa.
tertidur dalam pejaman syahdu
Sabtu, 21 Maret 2015
butuh refreshing aja :D
kalau jam 11:41 AM di Serang saat ini cuacanya panas terik, posisiku ada di warnet, yaah lumayan lah jauh lebih adem dan teduh dari pada di luar. walaupun ujung-ujungnya aku pasti bakal keluar dan panas-panasan lagi.
anggap saja ini diary elektronik yang muncul sebagai eksistensi penulis lagi kosong ide. haha :D
beberapa hari ini, selain cuaca yang panas, kondisi tubuh yang mengurus, jatah tidur yang terpenggal, jam makan yang ga beraturan (bahkan hampir dua sampai tiga hari sekali aku makan nasi, bukan karena malas, tapi lupa lapar), dan tugas dari segudang target yang membludak, 'kamu' malah ikut-ikutan ngacauin otakku.
aku ngga nyalahin si kamu kok, iya ini salahku sendiri yang terlalu berperasaan. *omongan lo makin ngelantur sil* ahh sudahlah lupakan. haha... aku jadi inget ceritanya pak Syaifudin waktu workshop minggu lalu. kalau udah jenuh nulis kadang yang keluar cuma "hahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahaha" haha :D itu hal konyol yang paling sering aku lakuin. aku kira kekonyolan itu cuma aku, ternyata dosen pun sama. tapi biasanya aku nulisnya ga cuma si-haha, bisa aja "pengen nulis loh, pengen mikir loh, pengen ngide loh, butuh inpirasi loh, suntuk tauuu, cuma pengen nulis tapi ngga tau mau nulis apa, kan ga jelas, lama-lama pegel, tapi pengen nulis" wkwk :D itu kalau udah bener-bener kacau, walhasil dilain waktu kalau aku baca tulisan kaya gitu di sela-sela cerita yang lagi aku buat, atau artikel yang lagi belajar aku susun, ketawa sendiri. hahaha.
terus sekarang mau cerita apa? haduuh... bener-bener, pengen becanda. oiya semalam ceritanya aku kenalan sama orang yang kehadirannya bener-bener lagi dibutuhin. pas udah kenal pastinya langsung aku semprot dengan segala pertanyaan dan ungkapan ke-mumetan dari *tuuuut*. yang dibin aku schok, yaa ampun dia lebih dari sekedar kuat buat ngetik jawabanku bertubi-tubi. padahal aku nanya sepotong-sepotong aja udah pegel ngetik, jalan terakhir aku 'vn' dan dia masih konsisten dengan ketikannya. ujung-ujungnya aku gagal fokus. bukannya ngebahas masalah *tuuuut* malah ngelantur ngaolr ngidul, *itu si kebiasan lo sil*. ahhh lagi ga bisa diceritain, pokoknya konyol, sepertinya itu orang ibu jari tersusun atas tulang lunak yang ga kaku lagi buat terus-terusan ngetik dari pada vn. wkwkwwk... tapi makasih loh ka, sarannya membangun banget.
udah ahh mau pulang, timer-nya sudah menunjukan 53 menit. ntar bablas lagi dari sejam kan lumayan kalaupun lebih seribu. wkwk *sisil pengeretan banget dah* hahaha. maaf ya nyepam, cuma butuh refreshing aja.
Minggu, 08 Maret 2015
Sendiri dengan Bayangnya
Pagi ini ibu kota disambut hujan yang terus menderas. Cuaca yang biasanya panas dan sumpek kini terasa lebih dingin, segar, dan tenang. Tak biasanya aku duduk sendiri di pelataran masjid ibu kota menunggu teman yang entah kapan dia bakal datang. Sendiri.
Yaah bener, kesendirian ini seketika mengundang sosokmu yang sembrawut datang dengan cengiran kudanya. Tidak-tidak, kini kau berubah dengan sendirinya, lebih gagah, elegan, dan senyumnya yang meyakinkan. Ohh bukan, kau berubah lebih casual dengan pakaian simpel, sepatu sport, dan tas pinggangnya. Ohh benar saja, ini bukan sungguhan hanya imajinasi yang terus berulang lagi dan lagi.
Sosokmu begitu melekat kuat difikiranku, seperti aku dan diaryku yang tak pernah jauh. Sial, ini seperti kutukan cinta yang tak jelas siapa pelakunya. Tapi anehnya, mengingatmu seperti ada taman bunga yang selalu indah dengan kuntum-kuntumnya yang bermekaran.
Kesialan tipe berapa ini? Yang hadirnya menyenangkan. Ahh, Tuan. Meski aku tak mengenal banyak tentangmu, tapi gelagat yang kau tirukan selalu, seperti membawa dampak yang menenanggkan dan berarti lebih. Sepertinya kau belum tersadar, atau jangan-jangan kau pura-pura tak sadar dengan keadaan. Kita sudah lagi tak seperti teman pada umumnya, tapi tak jelas apa maknanya. Tak terungkap sedikitpun dengan kata, meski hanya tulisan.
Kamu harus tahu Tuan, aku menilainya lebih dari (sekadar) itu. Bukan karena aku berlebihan, tapi perempuan mana yang tak bahagia diperlakukan terhormat oleh orang sepertimu. Kamu juga harus tahu, aku takut kamu bersikap sama pada perempuan lainnya.
Apa kau ingat tentang perempuan jalang yang berlalu saat itu? Senyum dari bibirnya yang merah merekah dan pipinya yang merona? Pakaian yang baginya seksi dan elegan tapi tidak bagitu yang seperti terlihat compang camping dan kurang bahan? Sepatu yang mengilat, lancip, dan tinggi? Perhiasan yang melekat disetiap lekuk tubuhnya? Apa kau ingat perempuan itu, yang berusaha merayumu dan kamu diami?
Sebenarnya siapa dia? Aku rasa ada yang berbeda dengan tatapan kalian. Meski aku tak terlalu yakin dengan kemampuanku yang bisa membaca pikiran orang lain, tetap saja perasaanku berontak dengan segudang tanda tanya. Meski aku hanya diam dan mencoba tak peduli, tapi tuan, lain dihatiku yang terus waspada jika suatu waktu kau menggamit tangannya dan menerima tawaran murahan dari perempuan jalang itu. Yaa, aku pun tahu kamu bukan sesiapanya aku dengan sah. Tapi, salahkah bila aku cemburu dan merasa ketakutan seperti ini?
Padahal kita tahu sama tahu tentang perasaan ini, sam-sama mengakui kedekatan spesial ini. Tapi kenapa... ahh sudahlah. Setidaknya hadirmu yang sering, candamu yang menggelitik, jailmu yang tak mampu dihalau, seketika bisa menutup segala kemungkinan dan keraguan yang tak jelas ini.
Aku percaya kau baik dan tak seburuk fikiranku saat perempuan jalang itu datang begitu saja di meja makan sebelah kita. Maaf, ini hanya kehawatiranku yang dengan bodohnya mencintaimu tanpa alasan. Mendekapmu dalam lamunan dengan mudahnya. Terimakasih atas perhatian dan kasihmu. Aku selalu meminta pada Tuhan. Kelak hanya kita lah yang akan menjadi satu dan selamanya.
Sabtu, 07 Maret 2015
Sendiri dengan Bayangnya
Pagi ini ibu kota disambut hujan yang terus menderas. Cuaca yang biasanya panas dan sumpek kini terasa lebih dingin, segar, dan tenang. Tak biasanya aku duduk sendiri di pelataran masjid ibu kota menunggu teman yang entah kapan dia bakal datang. Sendiri.
Yaah bener, kesendirian ini seketika mengundang sosokmu yang sembrawut datang dengan cengiran kudanya. Tidak-tidak, kini kau berubah dengan sendirinya, lebih gagah, elegan, dan senyumnya yang meyakinkan. Ohh bukan, kau berubah lebih casual dengan pakaian simpel, sepatu sport, dan tas pinggangnya. Ohh benar saja, ini bukan sungguhan hanya imajinasi yang terus berulang lagi dan lagi.
Sosokmu begitu melekat kuat difikiranku, seperti aku dan diaryku yang tak pernah jauh. Sial, ini seperti kutukan cinta yang tak jelas siapa pelakunya. Tapi anehnya, mengingatmu seperti ada taman bunga yang selalu indah dengan kuntum-kuntumnya yang bermekaran.
Kesialan tipe berapa ini? Yang hadirnya menyenangkan. Ahh, Tuan. Meski aku tak mengenal banyak tentangmu, tapi gelagat yang kau tirukan selalu, seperti membawa dampak yang menenanggkan dan berarti lebih. Sepertinya kau belum tersadar, atau jangan-jangan kau pura-pura tak sadar dengan keadaan. Kita sudah lagi tak seperti teman pada umumnya, tapi tak jelas apa maknanya. Tak terungkap sedikitpun dengan kata, meski hanya tulisan.
Kamu harus tahu Tuan, aku menilainya lebih dari (sekadar) itu. Bukan karena aku berlebihan, tapi perempuan mana yang tak bahagia diperlakukan terhormat oleh orang sepertimu. Kamu juga harus tahu, aku takut kamu bersikap sama pada perempuan lainnya.
Apa kau ingat tentang perempuan jalang yang berlalu saat itu? Senyum dari bibirnya yang merah merekah dan pipinya yang merona? Pakaian yang baginya seksi dan elegan tapi tidak bagitu yang seperti terlihat compang camping dan kurang bahan? Sepatu yang mengilat, lancip, dan tinggi? Perhiasan yang melekat disetiap lekuk tubuhnya? Apa kau ingat perempuan itu, yang berusaha merayumu dan kamu diami?
Sebenarnya siapa dia? Aku rasa ada yang berbeda dengan tatapan kalian. Meski aku tak terlalu yakin dengan kemampuanku yang bisa membaca pikiran orang lain, tetap saja perasaanku berontak dengan segudang tanda tanya. Meski aku hanya diam dan mencoba tak peduli, tapi tuan, lain dihatiku yang terus waspada jika suatu waktu kau menggamit tangannya dan menerima tawaran murahan dari perempuan jalang itu. Yaa, aku pun tahu kamu bukan sesiapanya aku dengan sah. Tapi, salahkah bila aku cemburu dan merasa ketakutan seperti ini?
Padahal kita tahu sama tahu tentang perasaan ini, sam-sama mengakui kedekatan spesial ini. Tapi kenapa... ahh sudahlah. Setidaknya hadirmu yang sering, candamu yang menggelitik, jailmu yang tak mampu dihalau, seketika bisa menutup segala kemungkinan dan keraguan yang tak jelas ini.
Aku percaya kau baik dan tak seburuk fikiranku saat perempuan jalang itu datang begitu saja di meja makan sebelah kita. Maaf, ini hanya kehawatiranku yang dengan bodohnya mencintaimu tanpa alasan. Mendekapmu dalam lamunan dengan mudahnya. Terimakasih atas perhatian dan kasihmu. Aku selalu meminta pada Tuhan. Kelak hanya kita lah yang akan menjadi satu dan selamanya.