Minggu, 08 Maret 2015

Sendiri dengan Bayangnya

Pagi ini ibu kota disambut hujan yang terus menderas. Cuaca yang biasanya panas dan sumpek kini terasa lebih dingin, segar, dan tenang. Tak biasanya aku duduk sendiri di pelataran masjid ibu kota menunggu teman yang entah kapan dia bakal datang. Sendiri.

Yaah bener, kesendirian ini seketika mengundang sosokmu yang sembrawut datang dengan cengiran kudanya. Tidak-tidak, kini kau berubah dengan sendirinya, lebih gagah, elegan, dan senyumnya yang meyakinkan. Ohh bukan, kau berubah lebih casual dengan pakaian simpel, sepatu sport, dan tas pinggangnya. Ohh benar saja, ini bukan sungguhan hanya imajinasi yang terus berulang lagi dan lagi.

Sosokmu begitu melekat kuat difikiranku, seperti aku dan diaryku yang tak pernah jauh. Sial, ini seperti kutukan cinta yang tak jelas siapa pelakunya. Tapi anehnya, mengingatmu seperti ada taman bunga yang selalu indah dengan kuntum-kuntumnya yang bermekaran.

Kesialan tipe berapa ini? Yang hadirnya menyenangkan. Ahh, Tuan. Meski aku tak mengenal banyak tentangmu, tapi gelagat yang kau tirukan selalu, seperti membawa dampak yang menenanggkan dan berarti lebih. Sepertinya kau belum tersadar, atau jangan-jangan kau pura-pura tak sadar dengan keadaan. Kita sudah lagi tak seperti teman pada umumnya, tapi tak jelas apa maknanya. Tak terungkap sedikitpun dengan kata, meski hanya tulisan.

Kamu harus tahu Tuan, aku menilainya lebih dari (sekadar) itu. Bukan karena aku berlebihan, tapi perempuan mana yang tak bahagia diperlakukan terhormat oleh orang sepertimu. Kamu juga harus tahu, aku takut kamu bersikap sama pada perempuan lainnya.

Apa kau ingat tentang perempuan jalang yang berlalu saat itu? Senyum dari bibirnya yang merah merekah dan pipinya yang merona? Pakaian yang baginya seksi dan elegan tapi tidak bagitu yang seperti terlihat compang camping dan kurang bahan? Sepatu yang mengilat, lancip, dan tinggi? Perhiasan yang melekat disetiap lekuk tubuhnya? Apa kau ingat perempuan itu, yang berusaha merayumu dan kamu diami?

Sebenarnya siapa dia? Aku rasa ada yang berbeda dengan tatapan kalian. Meski aku tak terlalu yakin dengan kemampuanku yang bisa membaca pikiran orang lain, tetap saja perasaanku berontak dengan segudang tanda tanya. Meski aku hanya diam dan mencoba tak peduli, tapi tuan, lain dihatiku yang terus waspada jika suatu waktu kau menggamit tangannya dan menerima tawaran murahan dari perempuan jalang itu. Yaa, aku pun tahu kamu bukan sesiapanya aku dengan sah. Tapi, salahkah bila aku cemburu dan merasa ketakutan seperti ini?

Padahal kita tahu sama tahu tentang perasaan ini, sam-sama mengakui kedekatan spesial ini. Tapi kenapa... ahh sudahlah. Setidaknya hadirmu yang sering, candamu yang menggelitik, jailmu yang tak mampu dihalau, seketika bisa menutup segala kemungkinan dan keraguan yang tak jelas ini.

Aku percaya kau baik dan tak seburuk fikiranku saat perempuan jalang itu datang begitu saja di meja makan sebelah kita. Maaf, ini hanya kehawatiranku yang dengan bodohnya mencintaimu tanpa alasan. Mendekapmu dalam lamunan dengan mudahnya. Terimakasih atas perhatian dan kasihmu. Aku selalu meminta pada Tuhan. Kelak hanya kita lah yang akan menjadi satu dan selamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar