Akhir-akhir ini hanya ada deadline yang menyibukkan, berteriak-teriak memintaku agar segera diselesaikan. Tapi, rasa hati tak ingin menjamahnya. Membayangkannyapun enggan, aku ingin berlengang sejenak. Sejenak saja. Sekadar menapaki kenangan tanpa hambatan.
Ini adalah suara kerinduan yang tak terdengar hingga telinga dan tak terungkap dengan nyata. Sura lirih penuh getir dalam nadi yang moronta memintamu, mengenangmu, dan menatapmu dalam semu.
Hei, sudah berapa hari kita tak jumpa semenjak kepergianku? Nyaris dua minggu, tuan. Kupikir ini lama sekali, dua minggu saja sudah seperti dua bulan. Bagaimana dengan esok, lusa, esok lusa, dan beberapa esok lainnya yang akan datang. Apa aku semakin kuat menata hati, atau malah rapuh terkoyak rindu yang berkepanjangan?
Beberapa hari kita bersama, menghabiskan sisa waktu luang, tapi tak sedikitpun terniatkan untuk saling mengenal lebih dekat. Menyapa lebih dalam tentang siapa kita. Tapi, diakhir waktu itu... aku ingat... aku begitu rapuh... menatapmu dari bingkai jendela kereta yang mulai bergerak.
Sebongkah penyesalan mulai menggelayut dalam pelupuk mataku. Mencari arti dari semua rasa rapuhku, yang meyakinkanku bahwa aku memilihmu saat itu. Dan hanya diakhir waktu itulah untuk pertama dan terakhir kalinya kita menatap lebih dalam dengan genggaman tangan penuh kehangatan.
Tuan, maaf jika aku menangisimu dalam diam. Aku tak sanggup bila menahan rindu yang berkepanjangan. Aku takut... aku takut kau tak mengenaliku (lagi) seperti pertama kali kita bertemu. Tuan,apa kau rasa seperti yang kurasa? maaf jika aku terlalu rapuh bila mengingatmu.
Suaramu masih terekam dalam ingatanku, gerak bola matamu yang menatapku pun masih tergambar sempurna dalam benakku. Tuan... bila aku tak sanggup lagi menahan rindu ini dan mengakui rasaku. Apa kau akan membenciku dan mengabaikanku? Aku takut itu terjadi. Aku takut tuan...
Hanya segelintir harap dalam doa yang bisa menenangkan. Rutinitas, deadline, dan kewajiban lainnya, hanya sebagai pengalih rinduku. Diam hanya kau yang terbayang, karena itu, aku tak ingin diam terlalu lama. Aku sadar ini cinta semu. Lagi, aku harus semakin kuat menikam hatiku tiap detik, menyibukkan diri dan berharap semua baik-baik saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar