Hai tuan, apa kabar? Tiap hari mamah menanyakan kabarmu, pagi-siang-sore-malam, selalu begitu. Ada sepotong kalimat mamah yang menghujam anganku diantara waktu-waktu itu, entah pasal mana dan darimana, ia merindukanmu tuan. Mungkin namamu pernah hadir dalam doa mamah...
*sesal* aku pernah mengenalmu begitu lama. Jika hadirmu dulu dari hal biasa, mengapa sekarang saat kau pergi membawa dampak luar biasa? Baiknya kubakar semua tentangmu, biar menjadi abu, pergi tertiup angin, tanpa dilihat dan disadari semua sudah lenyap.
Meski kini jalan kita berbeda, semoga Tuhan memberi kebahagian yang sama dalam penantian yang berbeda nanti. Meski saat ini aku mengiba sosokmu, aku harap tak berkepanjangan, aku... hanya... rindu kau yang mau menjadi pendengar setiaku seperti dulu. Tapi, aku terlalu pengecut untuk jujur.
Semua keberakhiran ini semoga selamanya....
Selama-lamanya....
Hingga kamu dan aku tak akan jadi kita....
Karena aku... takan sanggup menebus lukamu...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar