Senin, 03 November 2014

Pertarungan ke(ego)an JIwa

Berkelahi (lagi) aku dengan diri sendiri. Mengapa begitu mudahnya aku terjebak dan terpancing amarah, hanya mengulam kebahagian yang sejatinya adalah sendu kelabu. sebodoh itukah hatiku merasa? Niat berlari, nyatanya hanya berputar ditempat yang sama. Niat berubah, nyatanya hanya sanggup bertahan. Niat ini, niat itu… semua hanya sebatas niat yang hansilnya nol (0). Yah ini salahku, kau tak pernah tahu apa yang terjadi. Salahku yang tak melibatkanmu dengan yakin, salahku yang telah mengartikanmu sesuka hatiku, salahku yang berharap dahulu.

Aku sadar kita berbeda faham, aku sadar kita berbeda sandaran, tapi kita masih dalam satu keyakinan! Aku tahu ini ide gila, bukan, ini bukan ide, tapi ‘celetukan’. Tapi menafikanmu dengan sebenarnya begitu sulit, menyatakan keadaanmu saja aku tak sanggup, apalagi bila harus aku melibatkanmu. Mungkin kau hanya akan diam membisu, tercengang dengan tatapan hampa, berdiam layaknya patung, bahkan mungkin sampai kelopak matamupun lupa untuk berkedip, tak percaya dengan aku, tak percaya dengan kejujuranku.

Ini hanya ungkapan lelah yang menjijikan dimatamu. Bukan hanya padamu seorang, mungkin lelah ini sudah komplikasi. Semua berebut memasuki jiwa, berharap bisa mengendalikan diri dengan sebenar-benarnya, yang padahal ‘itu egois sekali’. Lantas… apa yang harus aku lakukan sekarang? Meski ini hanya ungkapan lelah, tapi sungguh ini menyakitkan.

Selama ini aku hanya menunggu waktu, menunggu kau bicara, menunggu kedatangnmu, menunggu keberanianmu, menunggu kau serius, Tuan. Sungguh! Aku menunggu. Kini aku sudah berdiri diujung kejemuan, lelahpun sudah mengakar, tapi mana hasilnya?! Kau tak pernah ada nyatanya. Aku tak pernah mengatakanmu pecundang, aku tak pernah memintamu datang, aku tak pernah merajuk untuk serius, tapi… aku hanya menunggu kesadaranmu, aku hanya mengujimu dalam diam, menguliti seberapa besar kau menerimaku.


Nyatanya ini hanya egokuku, benar-benar hanya egoku. Pencipta virus, tapi mati oleh virus yang dibuatnya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar