Selasa, 02 Juni 2015

Satu Kata "Rindu"

Kamu, apa boleh aku bertanya? Bukan lagi apa kabar ataupun sedang apa.

Kamu, apa boleh kusebut namamu disini? Bukan karena ingin pamer ataupun hal lainnya.

Kamu, apa boleh... aku terisak... merengkuh dirimu yang tak nampak... menggenggam jemarimu yang tak nyata... menatap matamu yang tertutupi kaca... merebut hatimu yang tak pernah kutahu isinya?

Aku hanya berujar rindu. Sudah enam hari tanpa kabar, sudah enam hari tanpa cerita, sudah hampir empat bulan tanpa jumpa. Bagaimana hati ini tidak rindu. Bodoh memang bodoh. Disaat pertemanan sedang hangat-hangatnya terjalin, mengapa cinta harus bersemi, mengapa rindu semakin mengakar dan menusuk-nusuk cengkramannya.

Tiap hari bahkan sepadat apapun rutinitas, aku selalu menyempatkan untuk mengecek chat-mu. Aku berharap kau mengabari dan membuka pembicaraan, meski aku tahu kau takan pernah melakukan hal itu, karena aku bulan sesiapapun dimatamu dan dalam hidupmu. Aku hanya perempuan tolol yang berani- beraninya menaruh hati padamu dalam kebisuan. Aku hanya takut merusak jalan cerita hidupmu jika tiba-tiba datang dan berujar mencintaimu.

Berusaha menganggapmu teman untuk diri sendiripun aku tak bisa, karena aku terlaru merasa ini bukan sekadar teman biasa. Tapi berpura-pura menjadi teman dalam kenyataannya itu mudah meski menyakitkan.

Aku ingin menyebut namamu, mengukir wajahmu, dan mengungkap kejujuranku. Tapi hatiku kadang tak sejalan, "untuk apa? Apa dengan kejujuranmu dia akan semakin perhatian? Apa dengan kehadiranmu dia menjadi tenang dan lebih terbantu? Apa dengan keseriusanmu dia akan menanggapi hal serupa? Bagaimana jika tidak? Bagaimana jika ia justru memandangmu remeh? Untuk apa? Biyarlah kau terus menunggu, anggap saja 'menunggu' adalah perjuangan melatih kesabaran" begitu hatiku berkata.

Ada benarnya memang, untuk apa aku gegabah jika akhirnya aku terluka; siapa tahu, siapa peduli. Tapi, sejujurnya 'menunggu' ini menyakitkan. sekuat tenaga aku menekan perasaanku agar berhenti merindu, sekeras batu aku berusaha menikam perasaan ini yang tak jelas. Bodoh memang bodoh. Mengapa aku bisa mencintainya dengan begitu mudah, tanpa butuh waktu lama, dan kesan-kesan lainnya.

Kamu...
Andai kamu baca catatan ini.
Sungguh aku minta maaf jika kamu merasa jijik dengan tingkah pongahku, aku hanya penipu ulung yang berusaha menutupi kebenaran perasaanku sendiri.
Andai kamu baca catatab ini.
Sungguh aku minta maaf telah melibatkanmu dalam kasus rindu krusial ini. Aku tak bermaksud untuk mempermainkan, ini hanya ungkapan yang tak tersampaikan dengan lisan.

Maaf... maafkan aku

PENGAGUM RAHASIAMU
PayungHitam

Selasa, 21 April 2015

Perempuan teman baikku

Darinya aku belajar tentang memahami bagaimana cinta itu bersemi dan menghadapinya, kasih sayang yang tulus, kesetiaan yang murni, dan kebersamaan dalam ketiadaan. Teman… terimakasih telah mengajariku dengan ceritamu, terimakasih telah membuka fikiran dan mata hatiku. Saat ini memang sudah tak banyak yang bisa keperbuat dan kuperbaiki dari kisah cintaku tak ayal karena sudah kandas tergilas emosi dan tertinggal oleh waktu.

Meski dimatamu aku terlihat diam dan hanya tersenyum ataupun tertawa menertawakan kegilaanmu, tapi jauh dari itu semua, aku menyesapi semua kisah-kisah yang pernah kau alami dengan begitu mulus. Bukan aku tak bisa merespon, hanya saja aku sedang belajar dari pengalamanmu. Sejujurnya, aku iri dengan sikap keterbukaanmu, aku iri dengan kisah romantismu, terlebih aku iri dengan kesabaranmu. Mungkin aku tak bisa sesabar itu, tapi setidaknya aku bisa mencoba memulai.

Teman, sekali lagi aku ucapkan terima kasih telah mempercayakanku sebagai pendengar ceritamu. Aku tak menyesal apa lagi terbawa kesal, justru aku senang dan merasa damai. Aku tersadar dengan tingkahku yang begitu pencemburu dan tertutup, benar katamu ‘harusnya kita bebas, membiarkan kepercayaan itu mengalir begitu saja, seberapa kuat kita percaya, seberapa jauh ia berjalan. Kita hanya dua orang yang menjalin kasih tanpa ikatan yang sah, untuk apa memendam cemburu, dia belum tentu bersama kita akhirnya.’

Yaah… kau benar teman, masa-masa ini hanya sekedar kisah kasih dan belajar untuk menghargai kehadiran orang lain yang berbeda dari kita. Baiknya aku tak harus cemburu. Tapi bukannya cemburu itu pertanda bahwa kita cinta dan perduli? Tapi mengapa kamu bisa membiarkan hatimu tak jelas tanpa rasa selain cinta? Setulus apakah perasaanmu teman?

Akhirnya, aku yang harus berbenah dari masa kemarin. Akan ku legalkan semua rasa cemas dan cemburu entah untuk siapa pun. Tapi yang PASTI aku sadari, aku bukan siapa-siapa bagi siapapun orang lain kini. Aku hanya perempuan yang harus menempa ilmu dari pengalaman. Menyusuri lika-liku hidup yang tak pernah berhenti selain karena kuasa Tuhan. Tenang saja, aku sudah bisa menerima keadaanku saat ini dan masa lalu itu. Terima kasih teman…..

Sabtu, 18 April 2015

Sebab Kunci yang Kau Cari Tak Kau Sadari Hadirnya


akan selalu ada alasan mengapa pintu yang kau datangi tetap tertutup.
akan selalu ada alasan mengapa pintu yang kau datangi selalu tertutup.
sama halnya denganmu, yang selalu ada alasan mengapa mendatangi pintu yang tertutup.

Haruskah aku menjadi penasihatmu yang keras kepala perihal harapan dibalik pintu-pintu yang kau tuju? rasanya aku semakin bosan bila kuulang lagi kalimat lama "meski harap selalu ada, tapi bukan berarti kau pasrah begitu saja di satu titik yang sama". apa kau tidak bosan dengan ucapanku yang seolah menggurui? atau mungkin ucapanku kau anggap angin lalu? tapi mengapa kau masih meminta pendapat; lagi dan lagi, untuk apa?.

Rasanya semakin iba melihatmu yang terus bertingkah konyol seperti itu. Jika aku seekor gagak perkasa, sudah kubawa terbang dirimu serta hayalmu, ku ajak kau untuk menyusuri dunia, menembus awan, dan kau akan merasakan bagaimana angin membawamu kedalam dimensi semu. Tapi sayang aku tak bisa. Aku hanya seorang gadis kecil yang terus berjalan mengikutimu dari belakang yang diam-diam mengaharpkanmu untuk sekadar berpaling dari pintu-pintumu yang tertutup untuk kau singgahi.

Sampai kapan kau biarkan dirimu tergolek di ambang sana? jangan biarkan kaki kokohmu mematung tak berarti di satu pintu, jangan biarkan tangan kekarmu mencengkram gagang pintu yang sama sekali tak mengijinkan kau memasukinya, jangan biarkan hati lapangmu yang suci menjadi keruh karena gusar menanti harap yang tak mungkin bisa kau paksakan, jangan biarkan mata indahmu menjadi nanar karena lelah menanti terbukanya pintu itu. Jangan biarkan semua itu terjadi.

Tuhan tidak akan membiarkan hambanya terkatung-katung tanpa tujuan. kecuali ia yang berpaling dari Tuhannya. Aku yakin kau tak sebodoh kerbau yang mau saja dicocoki hidungnya lantas dipekerjakan dengan keras. dengarlah aku yang semakin lelah dan berbusa-busa ini. Nyatanya, yang kulakukan ini, sama bodohnya sepertimu yang terus menunggu di depan pintu yang tertutup untuk kau singgahi.

Andai saja kau mau mundur sejenak, tataplah mata gadis kecil ini, rengkuhlah tubuhnya dengan penuh kehangatan, genggamlah jemarinya, maka kau akan tahu alasan mengapa pintu yang kau singgahi tetap tertutup dan selalu tertutup. Tapi tak pernah sedikitpun kau mundur. betapa tegarnya dan meyakinkan sekali dirimu. 

Bilaku pergi, kau cari. Bilaku menetap kau abaikan. Kau hanya menjadikanku tempat berkeluh kesah, seolah-olah tempat pembuangan akhir yang sewaktu-waktu bisa kau lempari dengan bergumpal-gumpal sampah tak guna. Yaah, bisa saja kau lakukan itu padaku, aku pun sama, menganggapmu kacung rumah tangga yang mau-maunya terhasut dan diatur oleh yang tak sepatuhnya mengaturmu, 

Andai saja kau mundur sejenak, tataplah mata gadis kecil ini, rengkuhlah tubuhnya dengan penuh kehangatan, genggamlah jemarinya, maka kau akan tahu alasan mengapa pintu yang kau singgahi tetap tertutup dan selalu tertutup. "Akulah pemegang kunci pintu itu" tapi kau tak pernah menyadarinya. Kau menganggapku lemah dan terlalu kecil untuk memiliki pintu besar seperti itu. Bagaimana mungkin aku membukakan jalan untukmu memasukinya, jika kau masih bertingkah angkuh seperti itu. yaah, aku kecil, aku tak sepadan denganmu, mungkin kau akan terkejut bila tahu akulah pemilik pintu itu, dan mungkin kau akan diam terperangah seperti orang bodoh.

Aku merasakan jerih payahmu yang semakin membara, yang tak pernah lelah, dan terus mencari cara perihal kabar si meilik pintu itu. Aku merasakannya dengan penuh keharuan, kau sukses sekali membuatku bertingkah konyol seperti ini, aku yang kau buatnya cinta namu tak kuasa mengakui dan merasa tak sepadan, aku yang kau buatnya ingin terus bersisian namun tak pernah sanggunp kuketuk pintu hatimu, aku yang kau buatnya semakin rindu, tapi aku malu. Maaf, bukan aku tak pernah mengizinkan kehadiranmu. Bukan aku tak merasa seperti yang kau rasa; siapa bilang? bahakan aku bisa melebihi rasamu karena aku gadis kecil yang perasa. Hanya saja, aku terlalu mengharapkanmu dan aku takut mengecewakanmu bila kau tahu aku. 

namun, jika Tuhan mengizinkan. Aku yakin akan ada keajaiban-keajaiban yang lebih indah dari sekadar penanti pintu dan pemegang kunci ini. :) kau tahu? Sabar adalah kunci terciptanya Cinta Sejati. Bila esok kau masih berada disini, pasti kubukakan tanpa ragu dan khawatir lagi.

akan selalu ada alasan mengapa pintu yang kau datangi tetap tertutup.
akan selalu ada alasan mengapa pintu yang kau datangi selalu tertutup.
sama halnya denganmu, yang selalu ada alasan mengapa mendatangi pintu yang tertutup.

Rabu, 01 April 2015

Awal April

Awal April...
Aku berfikir banyak hal tentang awal April, aku mengenang banyak hal di awal April meski tak selalu kisah yang terjadi di awal April. :) lalu kuciptakan harapan baru di awal april. harapan 'itu' semakin menguat ketika kusebut namamu sebagai alasan perjalanan dan perubahanku nantinya. (Lagi) kusebut namamu sebagai penguat. Entahlah energi macam apa yang bisa menjalar disekujur tubuhku bila kusebut namamu.

Bukan tentang cinta yang nyata ataupun kepastian yang dinanti, tapi tentang harap. Harap yang bisa membangkitkan segala kelelahan dan kegundahan dari jutaan kendala yang harus dihadapi. Karenamu, semuanya seperti semakin dekat dan semakin nyata. Aku belajar darimu, belajar dalam semu dan bukan terang-terangan, berusaha mengimbangi, dan menelisik kegagalan yang pernah terjadi. Aku banyak belajar darimu, yaah darimu.

Bila aku adalah tumbuhan, kau bagaikan mentari yang terus menyinariku, membimbingku untuk mendapatkan hasil yang kelak dinikmati semua mahluk di dunia ini.

Bila aku adalah handphon, kau bagaikan baterai yang menyokong jalannya. Karena tanpamu, tak akan jadi apa-apa dan menghasilkan apa-apa, hanya seonggok benda mati yang kian hari hanya menjadi pajangan.

Bila aku terjebak dalam gelap, lalu kunyalakan api sebagai penerang, yaah, penerang itu seumpama kau yang tak hanya menerangi tapi menghangatkan.

Aku berharap mengawali April di awal April ini, dengan harap yang tak perlu terungkap jelas. Kujaga kau dalam doa, kurengkuh kau dalam kasih yang semu, kukenang kau dalam kenangan yang manis. Semoga kau tetap terjaga menjadi sosokmu yang dinanti dan diharapkan. 'Be a good there'

Sampai jumpa untuk engkau si pecinta "masa"

Kamis, 26 Maret 2015

kosong

"..........................................................................................................................."
teriak dalam kelam.
berujar dalam semu.
berlari diatas angin.
menangis dalam tawa.
tertidur dalam pejaman syahdu


Sabtu, 21 Maret 2015

butuh refreshing aja :D

kali bener-bener ceritaku. cerita si empu blognya yang udah lama ngga pernah nulis kecuali tugas kuliah. yaang kerjaannya ngegalau ga jelas dan ngayal sana sini. haii kamu, entah untuk siapapun dan dimanapun, karena tulisan ini hanya selingan disiang bolong dan tak bertuan. sekedar sapa 'apa kabar?' :)
kalau jam 11:41 AM di Serang saat ini cuacanya panas terik, posisiku ada di warnet, yaah lumayan lah jauh lebih adem dan teduh dari pada di luar. walaupun ujung-ujungnya aku pasti bakal keluar dan panas-panasan lagi.
anggap saja ini diary elektronik yang muncul sebagai eksistensi penulis lagi kosong ide. haha :D
beberapa hari ini, selain cuaca yang panas, kondisi tubuh yang mengurus, jatah tidur yang terpenggal, jam makan yang ga beraturan (bahkan hampir dua sampai tiga hari sekali aku makan nasi, bukan karena malas, tapi lupa lapar), dan tugas dari segudang target yang membludak, 'kamu' malah ikut-ikutan ngacauin otakku.
aku ngga nyalahin si kamu kok, iya ini salahku sendiri yang terlalu berperasaan. *omongan lo makin ngelantur sil* ahh sudahlah lupakan. haha... aku jadi inget ceritanya pak Syaifudin waktu workshop minggu lalu. kalau udah jenuh nulis kadang yang keluar cuma "hahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahaha" haha :D itu hal konyol yang paling sering aku lakuin. aku kira kekonyolan itu cuma aku, ternyata dosen pun sama. tapi biasanya aku nulisnya ga cuma si-haha, bisa aja "pengen nulis loh, pengen mikir loh, pengen ngide loh, butuh inpirasi loh, suntuk tauuu, cuma pengen nulis tapi ngga tau mau nulis apa, kan ga jelas, lama-lama pegel, tapi pengen nulis" wkwk :D itu kalau udah bener-bener kacau, walhasil dilain waktu kalau aku baca tulisan kaya gitu di sela-sela cerita yang lagi aku buat, atau artikel yang lagi belajar aku susun, ketawa sendiri. hahaha.

terus sekarang mau cerita apa? haduuh... bener-bener, pengen becanda. oiya semalam ceritanya aku kenalan sama orang yang kehadirannya bener-bener lagi dibutuhin. pas udah kenal pastinya langsung aku semprot dengan segala pertanyaan dan ungkapan ke-mumetan dari *tuuuut*. yang dibin aku schok, yaa ampun dia lebih dari sekedar kuat buat ngetik jawabanku bertubi-tubi. padahal aku nanya sepotong-sepotong aja udah pegel ngetik, jalan terakhir aku 'vn' dan dia masih konsisten dengan ketikannya. ujung-ujungnya aku gagal fokus. bukannya ngebahas masalah *tuuuut* malah ngelantur ngaolr ngidul, *itu si kebiasan lo sil*. ahhh lagi ga bisa diceritain, pokoknya konyol, sepertinya itu orang ibu jari tersusun atas tulang lunak yang ga kaku lagi buat terus-terusan ngetik dari pada vn. wkwkwwk... tapi makasih loh ka, sarannya membangun banget.

udah ahh mau pulang, timer-nya sudah menunjukan 53 menit. ntar bablas lagi dari sejam kan lumayan kalaupun lebih seribu. wkwk *sisil pengeretan banget dah* hahaha. maaf ya nyepam, cuma butuh refreshing aja.

Minggu, 08 Maret 2015

Sendiri dengan Bayangnya

Pagi ini ibu kota disambut hujan yang terus menderas. Cuaca yang biasanya panas dan sumpek kini terasa lebih dingin, segar, dan tenang. Tak biasanya aku duduk sendiri di pelataran masjid ibu kota menunggu teman yang entah kapan dia bakal datang. Sendiri.

Yaah bener, kesendirian ini seketika mengundang sosokmu yang sembrawut datang dengan cengiran kudanya. Tidak-tidak, kini kau berubah dengan sendirinya, lebih gagah, elegan, dan senyumnya yang meyakinkan. Ohh bukan, kau berubah lebih casual dengan pakaian simpel, sepatu sport, dan tas pinggangnya. Ohh benar saja, ini bukan sungguhan hanya imajinasi yang terus berulang lagi dan lagi.

Sosokmu begitu melekat kuat difikiranku, seperti aku dan diaryku yang tak pernah jauh. Sial, ini seperti kutukan cinta yang tak jelas siapa pelakunya. Tapi anehnya, mengingatmu seperti ada taman bunga yang selalu indah dengan kuntum-kuntumnya yang bermekaran.

Kesialan tipe berapa ini? Yang hadirnya menyenangkan. Ahh, Tuan. Meski aku tak mengenal banyak tentangmu, tapi gelagat yang kau tirukan selalu, seperti membawa dampak yang menenanggkan dan berarti lebih. Sepertinya kau belum tersadar, atau jangan-jangan kau pura-pura tak sadar dengan keadaan. Kita sudah lagi tak seperti teman pada umumnya, tapi tak jelas apa maknanya. Tak terungkap sedikitpun dengan kata, meski hanya tulisan.

Kamu harus tahu Tuan, aku menilainya lebih dari (sekadar) itu. Bukan karena aku berlebihan, tapi perempuan mana yang tak bahagia diperlakukan terhormat oleh orang sepertimu. Kamu juga harus tahu, aku takut kamu bersikap sama pada perempuan lainnya.

Apa kau ingat tentang perempuan jalang yang berlalu saat itu? Senyum dari bibirnya yang merah merekah dan pipinya yang merona? Pakaian yang baginya seksi dan elegan tapi tidak bagitu yang seperti terlihat compang camping dan kurang bahan? Sepatu yang mengilat, lancip, dan tinggi? Perhiasan yang melekat disetiap lekuk tubuhnya? Apa kau ingat perempuan itu, yang berusaha merayumu dan kamu diami?

Sebenarnya siapa dia? Aku rasa ada yang berbeda dengan tatapan kalian. Meski aku tak terlalu yakin dengan kemampuanku yang bisa membaca pikiran orang lain, tetap saja perasaanku berontak dengan segudang tanda tanya. Meski aku hanya diam dan mencoba tak peduli, tapi tuan, lain dihatiku yang terus waspada jika suatu waktu kau menggamit tangannya dan menerima tawaran murahan dari perempuan jalang itu. Yaa, aku pun tahu kamu bukan sesiapanya aku dengan sah. Tapi, salahkah bila aku cemburu dan merasa ketakutan seperti ini?

Padahal kita tahu sama tahu tentang perasaan ini, sam-sama mengakui kedekatan spesial ini. Tapi kenapa... ahh sudahlah. Setidaknya hadirmu yang sering, candamu yang menggelitik, jailmu yang tak mampu dihalau, seketika bisa menutup segala kemungkinan dan keraguan yang tak jelas ini.

Aku percaya kau baik dan tak seburuk fikiranku saat perempuan jalang itu datang begitu saja di meja makan sebelah kita. Maaf, ini hanya kehawatiranku yang dengan bodohnya mencintaimu tanpa alasan. Mendekapmu dalam lamunan dengan mudahnya. Terimakasih atas perhatian dan kasihmu. Aku selalu meminta pada Tuhan. Kelak hanya kita lah yang akan menjadi satu dan selamanya.

Sabtu, 07 Maret 2015

Sendiri dengan Bayangnya

Pagi ini ibu kota disambut hujan yang terus menderas. Cuaca yang biasanya panas dan sumpek kini terasa lebih dingin, segar, dan tenang. Tak biasanya aku duduk sendiri di pelataran masjid ibu kota menunggu teman yang entah kapan dia bakal datang. Sendiri.

Yaah bener, kesendirian ini seketika mengundang sosokmu yang sembrawut datang dengan cengiran kudanya. Tidak-tidak, kini kau berubah dengan sendirinya, lebih gagah, elegan, dan senyumnya yang meyakinkan. Ohh bukan, kau berubah lebih casual dengan pakaian simpel, sepatu sport, dan tas pinggangnya. Ohh benar saja, ini bukan sungguhan hanya imajinasi yang terus berulang lagi dan lagi.

Sosokmu begitu melekat kuat difikiranku, seperti aku dan diaryku yang tak pernah jauh. Sial, ini seperti kutukan cinta yang tak jelas siapa pelakunya. Tapi anehnya, mengingatmu seperti ada taman bunga yang selalu indah dengan kuntum-kuntumnya yang bermekaran.

Kesialan tipe berapa ini? Yang hadirnya menyenangkan. Ahh, Tuan. Meski aku tak mengenal banyak tentangmu, tapi gelagat yang kau tirukan selalu, seperti membawa dampak yang menenanggkan dan berarti lebih. Sepertinya kau belum tersadar, atau jangan-jangan kau pura-pura tak sadar dengan keadaan. Kita sudah lagi tak seperti teman pada umumnya, tapi tak jelas apa maknanya. Tak terungkap sedikitpun dengan kata, meski hanya tulisan.

Kamu harus tahu Tuan, aku menilainya lebih dari (sekadar) itu. Bukan karena aku berlebihan, tapi perempuan mana yang tak bahagia diperlakukan terhormat oleh orang sepertimu. Kamu juga harus tahu, aku takut kamu bersikap sama pada perempuan lainnya.

Apa kau ingat tentang perempuan jalang yang berlalu saat itu? Senyum dari bibirnya yang merah merekah dan pipinya yang merona? Pakaian yang baginya seksi dan elegan tapi tidak bagitu yang seperti terlihat compang camping dan kurang bahan? Sepatu yang mengilat, lancip, dan tinggi? Perhiasan yang melekat disetiap lekuk tubuhnya? Apa kau ingat perempuan itu, yang berusaha merayumu dan kamu diami?

Sebenarnya siapa dia? Aku rasa ada yang berbeda dengan tatapan kalian. Meski aku tak terlalu yakin dengan kemampuanku yang bisa membaca pikiran orang lain, tetap saja perasaanku berontak dengan segudang tanda tanya. Meski aku hanya diam dan mencoba tak peduli, tapi tuan, lain dihatiku yang terus waspada jika suatu waktu kau menggamit tangannya dan menerima tawaran murahan dari perempuan jalang itu. Yaa, aku pun tahu kamu bukan sesiapanya aku dengan sah. Tapi, salahkah bila aku cemburu dan merasa ketakutan seperti ini?

Padahal kita tahu sama tahu tentang perasaan ini, sam-sama mengakui kedekatan spesial ini. Tapi kenapa... ahh sudahlah. Setidaknya hadirmu yang sering, candamu yang menggelitik, jailmu yang tak mampu dihalau, seketika bisa menutup segala kemungkinan dan keraguan yang tak jelas ini.

Aku percaya kau baik dan tak seburuk fikiranku saat perempuan jalang itu datang begitu saja di meja makan sebelah kita. Maaf, ini hanya kehawatiranku yang dengan bodohnya mencintaimu tanpa alasan. Mendekapmu dalam lamunan dengan mudahnya. Terimakasih atas perhatian dan kasihmu. Aku selalu meminta pada Tuhan. Kelak hanya kita lah yang akan menjadi satu dan selamanya.

Jumat, 27 Februari 2015

Satu Bulan yang Lalu

Tak terasa waktu begitu cepat bergulir. meninggalkan masa lalu, menghunus kelam, penawar rindu, dan pelantun harap. Entah kalimat apa yang pantas aku sematkan disini, kata apa yang bisa benar-benar mewakili seluruh ruh kerinduanku.

Hai Tuan, apa yang kau rasa tentang hari ini? Adakah sesuatu yang spesial sedang menggerayangi otakmu?

Siang yang mendung bukan? Satu bulan yang lalu tepat pukul dua siang, kita masih berdua, menghabiskan sisa pertemuan yang hanya sesaat. Satu bulan yang lalu, aku masih bisa merasakan harum dari tubuhmu. Satu bulan yang lalu, aku masih bisa memandangmu meski diam-diam. Satu bulan yang lalu, aku masih bisa menyentuhmu dalam ragu. Dan... satu bulan yang lalu... aku ingin kembali kemasa itu, menangis tanpa arti, tertawa tak peduli hati.

Tuan, apa kau baik-baik saja? Aku hanya ingin mengenang masa lalu, mungkin ini gila, apalagi kalau sampai kamu tahu tentang catatan ini. Memalukan.  Aku hanya rindu, bagaimana pun, aku tak pernah bisa mengabaikanmu begitu saja.

Aku sadar ini hanya emosi kerinduan. meski aku tak tahan dengan gejolaknya yang semakin menggebu, belum kutemukan jalan keluranya dari perangkap rindu ini.

Aneh memang, pertemuan yang hanya sesaat tapi seperti sepasang insan yang berpisah lalu dipertemukan. Bahagia. Berulang kali aku mencoba menepis rindu yang datang, menghabiskan waktuku sendiri hanya untuk mengabaikanmu. Tapi tak pernah bisa. Semakin keras aku mencoba menenggelamkan sosokmu, semakin kuat pula ingatan ini tentangmu, tuan.

Maaf, bila hati ini telah memilihmu dalam senyap. Menyebutmu disepanjang malam. Bahkan, tak jarang bila air mata yang menetes karenamu. Tuan, aku tahu ini gila dimatamu. Tapi entah hati perempuan macam apa aku ini, yang terus merindu, padahal aku sadar, tak selalu kau ingat aku dengan jelas seperti aku mengingatmu.

Aku...
Cuma mau bilang...
"HAPPY ANNIVERSARY" kenangan... :')
Semoga Tuan selalu baik disana.

Pengagum rahasia Yang tak tahu malu.
Perindu yang tak pernah jemu.
Teman masa lalu

Jumat, 20 Februari 2015

BangÄ·it Bank-it

Hanya duduk diam dan menatap tembok kamar yang penuh dengan tempelan "planning". 'Kenapa harus duduk? Kapan aksinya?' Huft... suara itu, selalu saja menggerutu tiap kali aku diam. Menyadarkan, tapi, kenapa raga ini sulit sekali diajak bergerak. Rasa malas yang berkepanjangan kadang membuat jengkel, apa lagi...

Dengan segudang target dalam waktu singkat, apa aku sanggup menggarap semuanya dengan maksimal, dengan kondisi mood yang ga baik? Apa sanggup?
Kufikir menarik napas lebih dalam mampu menggugah minat dan menarik energi lebih banyak. Ternyata tidak, bahakan kantuk yang datang mengelayuti pelupuk mata.

Ini menyakitkat, memprihatinkan, meharukan. Kasihan sekali harapanmu nak, yang masih menggantung diatas dan belum bisa dipanen. Kasihan sekali.

Intensitas menatap layar gadget dan laptop lebih tinggi dari apapun. Itu buruk, perkara buruk!! Membiasakan untuk menjauhkannya mengapa begitu sulit.

Lalu apa aku bisa?
Malu sekali aku pada waktu, pada harap, pada Tuhan. Mencoba berproses nyatanya hanya sekadar wacana. Mencoba bangkit nyatanya hanya sesaat.

Aku sadar ini kesalahan kecil yang berdampak besar. Semoga... BISMILLAH... aku belum terlambat untuk bangkit dari sifat menyerah dan peratapku.

Selasa, 10 Februari 2015

Rindu Tuanku

Akhir-akhir ini hanya ada deadline yang menyibukkan, berteriak-teriak memintaku agar segera diselesaikan. Tapi, rasa hati tak ingin menjamahnya. Membayangkannyapun enggan, aku ingin berlengang sejenak. Sejenak saja. Sekadar menapaki kenangan tanpa hambatan.

Ini adalah suara kerinduan yang tak terdengar hingga telinga dan tak terungkap dengan nyata. Sura lirih penuh getir dalam nadi yang moronta memintamu, mengenangmu, dan menatapmu dalam semu.

Hei, sudah berapa hari kita tak jumpa semenjak kepergianku? Nyaris  dua minggu, tuan. Kupikir ini lama sekali, dua minggu  saja sudah seperti dua bulan. Bagaimana dengan esok, lusa, esok lusa, dan beberapa esok lainnya yang akan datang. Apa aku semakin kuat menata hati, atau malah rapuh terkoyak rindu yang berkepanjangan?

Beberapa hari kita bersama, menghabiskan sisa waktu luang, tapi tak sedikitpun terniatkan untuk saling mengenal lebih dekat. Menyapa lebih dalam tentang siapa kita. Tapi, diakhir waktu itu... aku ingat... aku begitu rapuh... menatapmu dari bingkai jendela kereta yang mulai bergerak.

Sebongkah penyesalan mulai menggelayut dalam pelupuk mataku. Mencari arti dari semua rasa rapuhku, yang meyakinkanku bahwa aku memilihmu saat itu. Dan hanya diakhir waktu itulah untuk pertama dan terakhir kalinya kita menatap lebih dalam dengan genggaman tangan penuh kehangatan.

Tuan, maaf jika aku menangisimu dalam diam. Aku tak sanggup bila menahan rindu yang berkepanjangan. Aku takut... aku takut kau tak mengenaliku (lagi) seperti pertama kali kita bertemu. Tuan,apa kau rasa seperti yang kurasa? maaf jika aku terlalu rapuh bila mengingatmu.

Suaramu masih terekam dalam ingatanku, gerak bola matamu yang menatapku pun masih tergambar sempurna dalam benakku. Tuan... bila aku tak sanggup lagi menahan rindu ini dan mengakui rasaku. Apa kau akan membenciku dan mengabaikanku? Aku takut itu terjadi. Aku takut tuan...

Hanya segelintir harap dalam doa yang bisa menenangkan. Rutinitas, deadline, dan kewajiban lainnya, hanya sebagai pengalih rinduku. Diam hanya kau yang terbayang, karena itu, aku tak ingin diam terlalu lama. Aku sadar ini cinta semu. Lagi, aku harus semakin kuat menikam hatiku tiap detik, menyibukkan diri dan berharap semua baik-baik saja.

Rabu, 04 Februari 2015

Diary usang

Diary usang...
Ini konyol sekali. Hampir tiap hari aku berfikir dan berusaha untuk tetap melukiskan dirimu dalam bait kata-kata. Buka tutup laptop, on off blog, tarik-ulur buku catatan. Tapi tak satupun yang berhasil kubuat. Lagi dan lagi... hanya perasaan yang tahu segalanya tapi enggan dimaknai.

Puluhan kata yang berjajar di layar pun semakin tak berguna. Hanya dibaca untuk dihapus kembali. Begitu sulitnyakah kau kukenang? Apa ini pertanda bahwa kau bukan yang harus kukenang? Apa aku yang (lagi) terlalu bodoh memaknai perasaan sendiri?

Tak ada kata, tak ada rupa...
Kau hanya angin, terasa menenangkan tapi semu.
Kau hanya hujan, yang berlalu dan tak kembali.
Kau hanya awan hitam, mengahalangi raja tapi membawa keteduhan jua.
Kau hanya kabut tebal, mampu menyelimuti tubuh tapi bukan kehangatan.
Dan kau.... hanya ilusiii.... yang terlahir dari pemikiran gadis belia yang polos.

Mengapa kau didatangkan jika tak bisa dimiliki? Apa Tuhan, hanya ingin menguji kesungguhanku dari ketidak tahuan diri? Atau jangan-jangan... Dia ingin menunjukan batas kelemahanku, agar tak lagi kuresapi rasa 'ini' (lagi) mengenang sosok sepertimu.

Lantas, adakah rindu yang kau rasa sepertiku?

Aku hanya ingin mengenang bahwa kita pernah ada. Aku hanya ingin bercerita bahwa kau pernah menjadi bagian dari kebahagiaanku. Cukup. Tapi memilikimu, lebih dari sekedar hayalan yang cukup memekakan perasaan. Karena itu tak pernah mungkin terjadi.

Jumat, 23 Januari 2015

Aku Ingin Jatuh Cinta

Judul yang terlalu fullgar dicatatan kali ini, benar-benar fullgar. Terinspirasi dari catatan orang lain dengan judulnya "Aku Ingin Bunuh Diri". Haha, haduuh isinya... kenapa mau-maunya mengakhiri hidup, beda sekali denganku yang ingin hidup lebih lama dan merasakan cinta yang tiada akhir. Haha *galaukan*

Aku ingin jatuh cinta, dengan makna yang tak dipenggal-penggal 'jatuh' dan 'cinta', pastinya akan berbeda makna dengan 'jatuh cinta'. Aku ingin jatuh cinta untuk yang terakhir kali, dengan dia, di bawah rintik hujan, di tiup angin malam, di selimuti kabut tebal.

Aku ingin jatuh cinta. Jatuh dengan anggun, dan menutupi segala luka lama. Indah, bila kusapanya dengan suara alam. Bahagia, bila kepul hangat dari secangkir susu menemani.

Dan sayangnya, mungkin ini hanya keinginan dan ilusi. Yang tak akan pernah tersampaikan dan terwujud. Nyatanya, jarak lebih mencintainya dari pada aku, dia yang mampu meliliti tubuhnya dengan taburan waktu, daripada aku... yang hanya bisa bicara dan menganggap semua baik-baik saja.

Jadi, bolehkah aku jatuh cinta bila itu menjadi keinginanku disini? Terima kasih pada kesempatan, terima kasih pada waktu, terima kasih pada hawa, yang telah mengenalkanku pada dunia hayal baru. Tapi, dibalik semua ini... hanya ada duka yang menawarkan kisah. Bagaimana tidak, semua hanya ilusi yang hanya Tuhan yang tahu akhir ceritaku.

Kamis, 22 Januari 2015

Galau ga Jelas tapi Mau

Melihatnya saja sudah cinta, apalagi mengenalnya.
Membayangkannya saja sudah rindu, apalagi memilikinya.
Senyumnya saja sudah menenangkan, apalagi tuturkatanya.
Tingkahnya saja sudah menggemaskan, apalagi kebiasaannya.

Ahh, melamun memang mudah. Mudah sekali. Menganggap semua yang dilakukannya selalu baik di mata dan senang di hati. Begituluah...

hal-hal seperti ini yang buatku kadang lupa dunia, sibuk dengan lamunan yang SAMPAI KAPANPUN hanya akan tetap menjadi lamunan semata. Aku sadar ini menyakitkan, tapi setidaknya bisa menenagkan barang sesaat.

Haii kau si mata empat, berani sekali mendobrak palang hayal. Kau seperti iklan di tv yang terus diputar tiap seasonnya, ngartis sekali dirimu. Jangan tabur mawar diatas singgasana ini jika tak sanggup menanam lebih indah.

Boleh kusebut namamu?
BOLEH KUTERIAK MEMANGGIL NAMAMU?
Boleh kunyanyikan sebuah syair untuk perasaan yang entah apa namanya, untukmu ha ra pan ku...

Senin, 19 Januari 2015

Kembali Pada Asal

Tak sepantasnya kau menginginkan apa yang orang lain miliki jika kamu tak sebanding dengan yang mereka kerjakan.
Tak selayaknya kau berlama-lama meratap jika hanya membuang-buang waktu dan mencari simpati orang lain.
Untuk apa?

Masih kurangkah dengan duniamu?
Pahit manis yang kau alami adalah kau
Suka duka yang kau rasa adalah kau
Apa lagi yang hendak kau cari jika kau sendiri tak mengerti arti diri kau yang sebenarnya.

Gemericik air pun tak pernah menjerit untuk bisa mendekatimu.
Hawa dingin yang melambai-lambaipun hanya berlalu tanpa minta kau sentuh.
Lantas apa lagi? Semua sudah menetap apa adanya dan semestinya.

Kuharap kau tidak pernah memintanya lagi. Kau sadar? Jalanmu terlalu menipu, berkelok, dan mengada-ada. Dunia hayalmu takan bisa menyatu dengan alam. Dia hanya menggerogoti asamu. Kuharap kau tenang... sudah lupakan, berhenti dan buat sandi baru.

Jumat, 16 Januari 2015

Dear Nadiyah Ahfadzani

Dear nadia...
jarak memang menjadi hambatan untuk jumpa, tapi aku masih senang, setidaknya kita masih menatap langit yang sama, menapaki altar kehidupan yang sama, dan menggenggam iman yang sama.

Dear nadia...
Meski lamanya waktu membuat kita tak jumpa, semoga kita masih tetap saudara, saudara yang senantiasa saling nasihat menasihati dalam kebenaran dan kebaikan.

Kapanpun kamu baca catatan ringan ini, semoga senantiasa selalu dalam keadaan sehat dan baik. Aamiin... hehe
------------------------------------
Maaf silvia kirim lewat blog. Biar puas aja, bisa nulis panjang-panjang sekalian ngisi catatan diblog. Hehe,
Sayang liburan ini ga pulang. Padahal silvia mau cerita banyak... banyaaaaaaaaak banget. Dari yang ga karuan sampe keatasnya, dari yang sedih sampe yang paling bahagi, silvia cuma pengen cerita. Biarpun sampe air mata berkerak di pipi, haha. atau tawa yang ngga ada habisnya, silvia cuma pengen cerita.

Entah pasal mana, yang bisa sebut nadia buat jadi pendengar sekaligus narasumber silvia nantinya. Padahal disini silvia juga punya temen, tapi ngga tau kenapa malah nyari yang ngga ada. Sepertinya silvia terjangkit malarindu. Haha...

Tapi, silvia juga ga mau ngumbar cerita dari blog. Ga enak dibaca orang... yaudahlah, mungkin lain kali silvia cerita, kalau masih inget. :)

Selamat berlibur nadi, selamat berbenah dirinya, selamat bersibuk-sibuk ria, semoga sehat dan yang pasti ga tambah kurust... hehe

Minggu, 11 Januari 2015

Sejumput Kasih

Terima kasih kau telah mengajariku arti penting tentang seorang diri, menemaniku bersama angin lalu disaat-saat kritis, mengenalkanku pada sebuah kata yang terus berkecamuk tak berdaya-rindu-.

Terima kasih kau telah mengajariku arti kehilangan, hingga aku tahu bagaimana cara memiliki. Meski begitu, kau tak pernah menyadari arti penting kehadiranku. Kau tak pernah tahu bagaimana kerasnya waktu membekap asa, atas nama cinta semata.

Nafsuku, ingin sekali melukiskan dirimu disini, mengenalkan pada dunia bahwa kau adalah orang terbaik yang pernah kukenal. Tapi sulit, bukan karena kau Rasul hingg tak patut digambarkan, bukan karena kesucianmu hingga sulit untuk dinyatakan. Tapi justru karena, aku yang terlalu malu mengakui sosokmu dengan begitu berarti. Membuatku semakin merasa tak pantas, dan semakin enggan untuk dikenali.

Biarlah, untuk saat ini, kuukir dalam doa malam yang tenang. Kusebut namamu dalam hening malam, bukan untuk kumiliki, cukup datangkan yang terbaik yang sepantasnya bagimu. Karena disadar ini tahu, aku teramat malu pada Tuhan bila meminta kau begitu saja.

Sabtu, 10 Januari 2015

Lalu, apa ini namanya?

Apa ini namanya? semacam mengagumi tapi malu mengakui, semacam ingin memiliki tapi merasa tak pantas, lalu apa?
Selalu menunggu, padahal disadar ini tahu, dia belum tentu datang.
Selalu tertawa, padahal disadar ini tahu, resah macam takut kehilangan lebih memuncak dari pada tawa.
Lalu, apa ini namanya? Padahal disadar ini tahu, dia bukan siapa-siapa....

Layak dibilang cinta? Heii, tapi tak pernah ada pengorbanan.
Layak dibilang sahabat? Hello, sahabat selalu berbagi tanpa menutup-nutupi keadaan.
Layak dibilang teman? Haduuh, setidaknya temen ga kelewat batas gini.
Lalu, apa ini namanya?

jawab,
Entah,

Minggu, 04 Januari 2015

Cerita Senja

Senja ini aku hanya bisa diam dengan tatapan nanar dan pikiran kacau. Diam dengan segudang tanda tanya dan lelah yang meregang jiwa. Menyakitkan sekali, satu persatu lari dengan kecepatannya masing-masing. Mungkin aku terlalu lama meratap, mengedepankan perasaan, terlalu sering berkeluh kesah. Tapi untuk kali ini sungguh, bukan hanya aku yang terlalu lama meratap, tapi kejutan-kejutan dahsyat itu datang silih berganti dan tiada habisnya. Jika memang aku lemah, tidak adakah secuil kekuatanpun yang tersisa.

Senja kini hanya menjadi teman bisu. Apa dia sedang menimang-nimang bagaimana dukanya aku? Atau hanya sedang menatapku pilu? Atau bahkan mungkin dia sudah tak peduli denganku? Menyakitka.

Senja kali ini penutup hari yang aneh, pagi yang muram dan siang yang gamang, menyakitkan sekali. Dimana energiku tersimpan? Dimana sandaranku berdiri? Dimana mereka semua?

Tuhan, bila esok aku masih diperizinkan untuk menapaki bumi, jadikan hari yang indah dan menyenangkan. Jangan lemahkan aku dalam situasi apapun. Jangan tinggalkan aku dimana pun. Temani aku Tuhan...

Sepertinya senja sedang tak bersahabat.
Sepertinya senja sedang menguji kedewasaanku
Sepertinya senja mulai lelah dengan ratapanku
Sepertinya.....
Aku yang terlalu bodoh hidup, yang hanya bisa meratap dan mengadu nestapa. Padahal dunia telah memberi segalanya untukku !!

Sadarkah kau gadis murung?!
Ini bukan bagian dari senja kau.

Sabtu, 03 Januari 2015

Pendulang Rindu Semu

Rindu ini semakin mengakar kuat, semakin tak berkabar semakin kuat cengkramannya.
Meski hanya terbilang hari dari kepergiannya, namun tetap terasa lama. Meski yang dirindupun tak tahu pasti siapa sosoknya, tapi aku akui... kehadirannya begitu berarti, seperti alarm yang tak pernah bosan berdering untuk mengingatkan jika waktunya tiba.

Entah pasal mana yang menyebabkan rindu ini tumbuh seketika tanpa disadari dan berdampak begitu saja. Aduuh, mungkin aku yang terlalu perasa.

Siapa pun dan dimana pun
Semoga dengan kepergiannya, tetap kau sebut namaku dalam doa baikmu, kau hantarkan aku pada jalan baikmu yang terarah dan berarti.
Semoga dengan kepergiannya, kau semakin dewasa dan meyakinkan. Akanku doakan selalu yang terbaik.

"Pendulang rindu semua"

WUJUDKAN NIAT BAIKMU MENJADI AKSI BAIK

Setiap individu berhak mendapatkan pendidikan, tetapi tidak semua memiliki kesempatan untuk meraihnya.
Oleh karena itu, kami segenap relawan relawan yang tergabung dalam Istana Belajar Anak Banten (ISBANBAN) mengadakan program "Bantu Baca" untuk mengembangkan taman baca di 7 Desa binaan kami di pelosok Banten dengan berkolaborasi bersama kitabisa.com, sebuah situs yang menghubungkan antara donatur dengan program sosial melalui media online.
Bagi kamu yang memiliki niat baik untuk turut berpartisipasi memajukan pendidikan di Banten, kamu bisa berdonasi melalui kitabisa.com mulai dari 10 ribu sampai 1 juta rupiah.

Caranya? Klik http://kitabisa.com/bantubaca?ref=2fdc lalu ikuti petunjuknya.
atau kalau kamu tidak sempat online, ada 2 alternatif yang kami sediakan:
1. Transfer donasimu ke rek. BNI 0346883276 (a.n. Aulia Rachmayanti)  Setelah itu, kirim sms konfirmasi (Nama_Tgl transfer_Jumlah donasi) ke 089650546160
2. Donasi cash. caranya, kirimkan donasimu secara langsung melalui para relawan ISBANBAN yang kamu kenal.

Setiap donasi yang kamu kirimkan, akan mendapatkan hadiah menarik dari kami:
Donasi Rp. 10 Ribu = nama kamu akan ada di akun twitter @isbanban
Donasi Rp. 20 Ribu = Kamu mendapatkan E-Card#CareForEducation
Donasi Rp. 50 Ribu = Kamu mendapatkan E-Card + 1 Prakarya Isbanban
Donasi Rp. 100 Ribu = Kamu mendapatkan E-Card + 2 Prakarya Isbanban
Donasi Rp. 500 Ribu = Kamu mendapatkan free 1 T-Shirt#CareForEducation
Donasi Rp. 1 Juta = kamu mendapatkan free 1 T-Shirt#CareForEducation dan juga free 1 tiket kunjungan ke desa binaan Isbanban di tahun 2015

Ayooo wujudkan niat baikmu menjadi aksi baik. Karena setiap donasi yang kamu berikan sangat berarti bagi mereka 
ISBANBAN??? CARE AND SHARE!!!
Temukan kami di twitter @Isbanban 

Mau tahu cerita perjuangan kami? Ayo kunjungiwww.istanabelajaranakbanten.com
Untuk info lainnya, silahkan hubungi:
08990970747 Panji Aziz Pratama selaku Project Leader ISBANBAN
089650546160 Aulia

Jumat, 02 Januari 2015

Surat Perpisahan

"Sampai kapanpun kita akan tetap menjadi teman, aku tahu ini menyakitkan. Mau bagaimana pun, sekeras apapun kau mengiba, tetap tak ada yang bisa mengubris keinginanmu. Jalan kita ternyata berbeda, kau dijodohkan dengannya yang baru kau kenal, dan aku dijauhkan darimu yang telah lama kau kenal. Maaf jika aku tidak bisa memperjuangkanmu lagi, aku sudah koyak dimakan waktu berharap pada keluarga kau. Lebih baik aku mundur dan mencari jalan baru, cinta tidak bisa dipaksakan kirana. Aku hanya tak ingin meminangmu tanpa restu. Tapi percayalah padaku, kau akan tetap menjadi Kirananya aku kapanpun dan dimanapun. Datanglah bila kau ingat aku, akan selalu kubukakan pintu untukmu masuk, meski hanya sampai beranda rumah. Datanglah sebagai sahabat yang saling melengkapi, bukan pelampiasan masa lalu. Selamat jalan Kirana, izinkan aku mengucap rindu yang terakhir kalinya, selamat jalan Putri impian.

Mas Fadil"

Tak terasa air mata pun berlinang tanpa henti, surat ini, kalimat ini. bagaimana mungkin aku bisa berpaling dengan tenang, menerima keakuanku yang baru sedang dia yang disana membuatku semakin ridu.